A man who dedicates his life to the people who loves.

Facebook  Twitter  Instagram Linkedin

Rabu, 04 Juli 2018

Menghadapi Pengumuman SBMPTN



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.

-----

Apa kabar para pembaca sekalian? Saya harap para pembaca berada dalam keadaan sehat dan gembira, serta tetap dalam keadaan bersyukur kepada Tuhan. Kembali saya menyapa pembaca di postingan yang berlabel "Experience", yang isinya berupa pengalaman dan perjalanan hidup yang saya alami serta informasi yang saya dapatkan dari perjalanan hidup tersebut.

Kali ini langsung saja, saya ingin menceritakan tentang bagaimana pengalaman saya di hari saat saya menunggu pengumuman SBMPTN (saya akan menyebut selanjutnya dengan sbm saja). Oh ya, saya membagikan cerita ini karna ada request dari beberapa orang yang ada di sini dan sama sekali tidak bermaksud untuk panjat sosial, pencitraan, menyombongkan diri, sok bijak, atau merendahkan siapapun. Harus saya katakan, bahwa sebenarnya cerita ini adalah hanya sekedar kepingan kecil dari lika-liku masalah yang pernah saya alami mulai dari ketika saya mempersiapkan diri saya masuk kuliah hingga menjalani proses perkuliahan pada saat ini.

Jadi, 2017. Saat itu pelaksanaan sbm adalah 16 Mei dan pengumumannya adalah pada tanggal 13 Juni. Tiga hari sebelum sbm (13 Mei) adalah ulang tahun saya yang ketujuh belas. Pengumuman SNMPTN tahun lalu adalah tanggal 26 April dan saya dinyatakan tidak lulus di pilihan keberapapun. Saat itu, 1 Ramadhan 1438 H jatuh pada 27 Mei dan 1 Syawal 1438 H jatuh pada 24 Juni. Jadi pengumuman hasil sbm setahun lalu adalah saat bulan Ramadhan.

Perlu diketahui, saya sebenarnya sudah dinyatakan lulus di salah satu politeknik negeri di Kota Medan lewat jalur UMPN (tes tertulis) di jurusan Teknik Sipil. Saya dinyatakan lulus pada tanggal 6 Juni (seminggu sebelum pengumuman sbm) dan sudah mengikuti pendaftaran ulang (7 Juni) dan pemeriksaan kesehatan (8 Juni). Kebetulan sekali, pada tanggal 13 Juni itu kami diwajibkan melakukan wawancara untuk menentukan UKT (Uang Kuliah Tunggal). Wawancara dilakukan di kampus politeknik tersebut.

Pada hari itu, semua teman-teman saya sibuk bersuara di sosial media, apakah itu di group chat, postingan, dan sebagainya. Sejak pagi, inti dari yang mereka bicarakan adalah mengenai sbm saja. Mereka bercerita tentang bagaimana deg-degannya mereka menanti hasil sbm yang saat itu akan rilis pada jam 2 siang di internet. Tapi semua itu berbanding terbalik dengan saya. Di hari itu, saya benar-benar berkonsentrasi bagaimana caranya agar saya bisa melalui wawancara ukt dengan baik, karena sebelumnya saya belum pernah menjalani wawancara. Deg-degan saya berasal dari wawancara, bukan dari pengumuman sbm.

Jujur, sebenarnya saat itu saya tidak terlalu yakin dengan kelulusan di sbm. “Berharap, namun tak yakin”, mungkin begitulah perasaan saya pada saat itu. Ketidakyakinan saya bukanlah tanpa alasan. Saya sangat sedikit sekali menjawab soal dengan benar saat saya mengikuti tes, apalagi menjawab bagian TKD Saintek. Matematika Saintek nyaris tidak ada yang benar sama sekali. Begitu juga dengan Bahasa Inggris dan Kimia.

Saya langsung berangkat sendiri ke politeknik dengan angkutan umum untuk wawancara ukt yang dimulai sekitar jam 9 pagi. Saya berusaha datang lebih awal, karena saya berpikir bahwa pemanggilan dilakukan berdasarkan siapa yang lebih dulu datang. Ketika sampai disana, ternyata urutan peserta wawancaranya dipanggil berdasarkan nomor urut yang ada di daftar. Alhasil, saya harus menunggu lama untuk dapat giliran, karena di daftar urutan pemanggilan saya berada di bagian bagian terakhir (sekitar nomor 115 dari 150 orang).

Sambil menunggu, saya memakai waktu untuk berkenalan dengan sesama camaba yang juga akan mengikuti wawancara. Saya mencoba mengulik-ngulik bagaimana diri mereka masing-masing. Background mereka macam-macam. Ada yang anak yatim atau anak piatu. Ada yang datang ditemenin orang tuanya. Ada yang merantau dari NAD , Riau , Sumbar , bahkan Sumsel. Ada yang coba sbm juga (sama seperti saya). Ada yang gak seharunsya ikut ukt berkeadilan (karna dia ‘orang yang berkecukupan’) dan lain-lain.

Tak hanya menunggu, saya juga mengajak satu orang (laki-laki, kalau saya gak salah dia mahasiswa Teknik Telekomunikasi Pagi) untuk mengelilingi kompleks kampus. Kami melihat-lihat bagaimana mahasiswa melaksanakan praktikum di lab atau bengkelnya masing-masing, termasuk mahasiswa teknik sipil yang sedang melakukan pengecoran dan menguji kuat tarik beton. Saya nekat masuk ke dalam bengkel tersebut dan sedikitnya mulai bertanya kepada mereka bagaimana jalannya praktikum di teknik sipil. Saya bergumam, “Wah, nanti bakalan kayak begini nih saya..”. Ada rasa cinta yang sedikitnya mulai timbul saat saya melihat mereka mengerjakan aktivitas mereka sebagai mahasiswa.

Tapi, keinginan benar-benar tak bisa ditutupi. Puas berkeliling hingga menjelang jam 1, saya tiba-tiba terpikir mengenai hasil dari sbm saya. Yang pada pagi tadinya saya apatis, seketika saat itu berubah menjadi sangat antusias.

Benar saja, pikiran pikiran negatif selalu saja muncul. Selalu saja terlintas di pikiran saya, semacam ucapan dari semacam deretan pemain sepak bola yang sedang berbaris panjang kemudian satu persatu mereka meneriaki saya sambil menggoyang goyangkan badannya, “Haha gak lulus sbm. Haha.”.

Namun, saya mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran semacam itu. Saya tanamkan dalam kepala dan hati saya, bahwa kelulusan sbm ini pasti juga ditentukan oleh nasib baik seseorang. Siapapun bisa lulus sbm, jika memang dia ditakdirkan untuk lulus oleh Allah. Siapapun bisa mendapatkan impian dan apa yang dia mau, jika memang dia ditakdirkan oleh Allah untuk mendapatkannya. Tidak ada yang tidak mungkin.

Adzan Zhuhur tiba. Saya dan teman saya yang tadi bergegas menuju gelanggang di politeknik untuk sholat berjama’ah (saat itu kalau tidak salah masjid sedang dalam rekonstruksi). Seusai sholat, entah kenapa saya langsung berdo’a dengan sebenar-benarnya kepada Allah. Biasanya saya juga berdo’a sehabis sholat agar kiranya diberikan kelulusan, namun tak pernah selama saat itu.

“Saya benar-benar ingin lulus. Saya benar-benar ingin membanggakan semua orang yang saya sayangi. Saya ingin meraih impian dan cita-cita yang saya idamkan. Tapi andaikan Engkau tak mengizinkan, yakinkanlah hati hamba bahwa itu bukanlah yang terbaik untuk hamba, berikanlah jalan yang sebaik-baiknya untuk hamba, dan berikanlah kekuatan untuk hamba sehingga bisa menerima semuanya sebagai takdir yang Engkau tetapkan untuk hamba”. Kira-kira kalimat do’anya begitu. Saya mencoba untuk pasrah dan ikhlas bagaimanapun hasilnya.

Saya keluar dari gelanggang. Sudah pukul 13.15. Saya mulai merasakan bahwa jantung saya tiba-tiba berdegup kencang. Tangan dan kaki saya mulai dingin. Tubuh saya benar-benar lemas, apalagi saat itu sedang bulan Ramadhan. Kemudian saya melihat langit yang mulai mendung saat itu. Wah, pertanda baik atau buruk nih?batin saya.

Karena mendung, saya dan teman saya langsung kembali ke tempat kami menunggu di awal. Sampai di sana, saya mulai membuka group chat lagi. Yang saya lihat ya seperti biasa, banyak orang yang pansos dan ngejoke jual jasa bukain hasil sbm, lulus di universitas peternakan lele, bikin prank link buka website pengumuman sbm rupanya itu link situs dewasa, ngepost foto countdown sbm yang nunjukin waktunya udah 00-00-00-00 atau malah setahun kemudian, dsb.

Jam 14.00. Cuaca saat itu di Medan sudah sangat mendung. Tiba saatnya dimana pengumuman sbm akan dirilis. Saat itu, saya masih menunggu antrian untuk melaksanakan wawancara ukt, karna urutan saya masih belum sampai. Saya melihat beberapa orang di sekitar saya sudah sibuk membuka ponselnya untuk melihat hasilnya. Saya yang sedari tadi melihat group chat di LINE, melihat mereka mereka yang sudah meng-update hasilnya. Ada yang lulus dan banyak yang tidak lulus. Awalnya saya tidak berniat membuka hasilnya sekarang, karena yakin bahwa websitenya akan error karena terlalu banyak dibuka pada saat bersamaan. Namun, karna saya mulai merasa gulana, saya putuskan untuk mencoba membukanya dari ponsel saya sendiri.

Saya membuka website dan memasukkan nomor peserta. Dan seperti yang diduga, hasilnya error. Bukan cuma karena banyak yang membuka website, ponsel saya sendiri bukanlah ponsel yang terlalu canggih, tidak mendukung sinyal 4G, dan entah kenapa sinyal saat itu sedang tidak stabil di politeknik. Terlebih lagi, ponsel saya saat itu lambat sekali jalannya karena ada banyak sekali notifikasi dari group chat. Berkali-kali saya mencoba untuk membukanya sendiri, tapi tidak bisa. Saya pun meminta tolong pada teman yang ada di sebelah saya untuk membuka hasil sbm saya, namun hasilnya juga sama, error.

Kemudian saya membuka group chat teman sekelas SMA saya. Saya melihat beberapa dari mereka sudah meng-update hasilnya. Ada yang tidak lulus dan ada yang lulus. Bahkan, ada teman sekelas saya yang sudah memastikan lulus di Teknik Sipil USU, yang juga jadi pilihan saya. Seketika, saya sempat merasa bahwa saya tak akan lulus di sbm pilihan pertama.

Lalu, saya menghubungi Ibu di rumah, di wilayah Pancur Batu, Deli Serdang. Sebelum pergi ke politeknik, saya sebenarnya memang sudah meminta kepada Ibu untuk mengecek hasil sbm saya di rumah, andai saja hal yang seperti sekarang ini akan terjadi. Ibu mencoba membuka dan mengatakan bahwa hasilnya juga error. Saya mengabarkan hasil sbm dari beberapa teman saya kepada Ibu, termasuk mereka yang sudah lulus di jurusan yang saya inginkan. Ibu bilang kalau soal itu gak usah terlalu dipikirkan.

Lalu, saya mengusulkan kepada Ibu untuk meminta tolong kepada sepupu saya yang tinggal di Medan Johor. Setahu saya, hp-nya itu ya lumayan canggih lah dibandingkan kami sekeluarga, sinyal di daerahnya bagus, terlebih lagi orangnya update banget kalau mau kasi kabar. Ibu menyetujui dan menutup telpon. Saya cuma bisa menunggu sambil melihat beberapa orang di sekitar saya yang sudah bersorak karena kelulusannya di sbm. Saya juga melihat beberapa dari teman-teman saya yang sudah meng-update kelulusannya di sosmed mereka masing-masing. Saya benar-benar semakin down saat itu.Ah, kayaknya gak iya ini. Udahlah.

Tiba-tiba, masuk telfon dari Ayah. Saya heran, “Tumben tumbenan Papa yang nelfon,” batin saya. Saya menjawab telfon dan ternyata Ibu yang menjawab telfon itu. Ibu mengatakan :
“Bang?!”
“Apa, Ma?”
“Lulus, Bang !!”
“Ha? Lulus? Yang betul?”
“Iya, betul.”
“Lulus dimana?!”, tanya saya. (Saya langsung bertanya begitu karna saya memang hanya mengharapkan kelulusan di pilihan pertama saja. Andai saya lulus di pilihan kedua atau ketiga, saya tetap akan melanjutkan ke politeknik)
Ibu saya sejenak terdiam. Tidak menjawab.
Hal itu membuat saya gusar sambil berdebar-debar selama beberapa detik.
Tapi perlahan-lahan saya mendengar suara yang agak putus-putus.
“Tekk- teknik teknikk..”
Sontak saya terdiam mendengarnya. Teknik?
Dari semua jurusan yang saya pilih, hanya ada satu yang berbau teknik.
Teknik Sipil.
“Benar-nya ini?”. Saya hampir menangis saat itu.
“Teknik Sipil USU, Bang !! Lulus di Teknik Sipil USU...” kata Ibu saya dengan jelas setelah saya sempat melongo selama beberapa detik.

Saya yang awalnya terduduk langsung tertidur sambil menutup wajah. Terus terusan saya bertanya, “Betulnya? Betulnya? Betulnya ini?”. Saya mencoba mengumpulkan kepercayaan dalam diri saya bahwa apa yang dikatakan oleh Ibu adalah sebuah kebenaran. Saya kemudian mengambil posisi agak jauh dari tempat duduk saya dan kemudian langsung sujud syukur selama setengah menit. Saya bangun dan saya langsung diberikan selamat oleh beberapa orang di sekitar saya.

Tak lama setelah itu, saya menelpon Ibu lagi. Saya bertanya apakah saya akan tetap menunggu antrian untuk mengikuti wawancara ukt atau tidak. Kata Ibu saya, “Diikuti saja. Supaya menambah pengalaman.”. Saya pun setuju, dan tak lama kemudian nama saya dipanggil untuk mengikuti wawancara. Pada saat wawancara, saya menjawab dengan sejujur-jujurnya dan sebagaimana apa yang terjadi sebenarnya. Saya juga menyerahkan dokumen-dokumen yang pihak pewawancara minta.

Setelah selesai, saya keluar dan menjumpai teman saya yang tadi. Saya sebentar bercengkerama dengan beberapa orang lain (yang baru saya kenal juga) dan melihat hasil sbm versi full di file pdf. Tak lama setelah itu, saya berpamitan kepada mereka semua dan memberikan semangat agar kami semua menjadi orang yang sukses.

Saya berjalan keluar politeknik menuju jalan raya (keluar lingkungan kampus) sendirian. Situasi sudah hujan rintik-rintik dan saya lupa membawa jaket. Saya ke pintu gerbang kompleks kampus dan bingung mau pergi kemana setelah ini. Setelah beberapa menit, barulah saya memutuskan ingin pergi kemana, yaitu pergi ke sebuah bimbel, dimana disana terdapat tentor yang pernah mengajari saya dan membantu saya untuk mempelajari materi-materi sbm.

Saya dulu gak punya kendaraan pribadi. Saya juga dulu masih gak ngerti pake transportasi online. Jadi saya naik becak yang mangkalnya gak jauh dari tempat saya makan batagor tadi ke lokasi bimbel tersebut. Sesampainya disana, saya mengabarkan ke tentor yang dimaksud dan satu orang admin (yang kebetulan saya kenal juga). Mereka pun ikut turut senang akan apa yang saya dapatkan tersebut.

Tak lama setelah itu, sekitar jam 4 sore, ternyata hasil dari tes pemeriksaan kesehatan di politeknik pun rilis. Di dalam hasil tersebut, tertera nama saya, yang menyatakan bahwa saya dinyatakan gagal untuk diterima sebagai mahasiswa teknik sipil karena saya dinyatakan buta warna total oleh pihak pemeriksa. Di bawah tertulis, bagi yang namanya tertera di atas harap segera menghubungi politeknik (mungkin untuk mengurus pemindahan jurusan). Namun, karena saya sudah dinyatakan lulus di Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, saya tidak mengurus pemindahan jurusan tersebut.

Sekitar jam 4, saya sholat Ashar di tempat. Setelah itu, saya pamitan pulang dengan tentor dan admin. Saya pulang naik angkot dan langsung tiba di rumah dengan selamat. Kalau gak salah, sampai di rumah, saya buka puasanya pakai makanan kesukaan saya yang “mungkin” memang sengaja dibelikan oleh Ibu saya pada saat itu, lontong + bubur pulut hitam + es koteng + teh manis hangat. Saya bersyukur, sangat bersyukur. Perasaan itu masih terus berlanjut hingga malam. Malam qiyamu ramadhan saat itu jadi terasa sangat berbeda. Sebelumnya, saya begitu banyak mengucapkan do’a yang isinya adalah harapan. Di hari itu hingga seterusnya, saya begitu banyak menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya di dalam do’a itu, tentunya diiringi oleh harapan akan impian saya selanjutnya.

Saya sadar, bahwa saya bahagia akan apa yang saya dapatkan. Namun, secepatnya kembali saya sadar, bahwa ini adalah gerbang menuju jalan yang baru. Tak ada waktu untuk terlena, karena tantangan lebih besar tentunya sudah siap menanti.

Sudah faktanya, bahwa tidak semua orang yang ikut SBMPTN akan lulus SBMPTN juga. Pasti akan ada yang gagal, bahkan banyak. Memang, saya tidak tahu bagaimana rasanya tidak lulus SBMPTN. Mungkin saja jika saya saat itu tidak lulus, saya tidak akan mampu menahan kesedihan saya.

Hidup memang harus penuh dengan keikhlasan. Namun, harus saya katakan, bahwa tidak selamanya apa yang menurut kita baik adalah hal yang benar-benar baik untuk kita. Begitu juga sebaliknya, tak selamanya hal yang menurut kita buruk adalah hal yang benar-benar buruk untuk kita. Jika hasil yang diterima tak sesuai dengan yang kita inginkan, jangan pernah anggap bahwa kita adalah kepingan dari kegagalan. Namun, anggaplah bahwa Allah sedang menunjukkan jalan yang terbaik untuk kita. Janganlah pernah menyerah dan terus lewati garis kehidupan yang sudah dituntunkan oleh Allah untuk kita. Karena kita harus tahu, bahwa Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya, dan apa yang diberikannya adalah yang terbaik.

-----

Mungkin sekian cerita dari saya. Mohon maaf jika kesannya berlebihan. Saya memang selalu menganggap hal ini adalah suatu hal yang lebih, karena saya pernah merasa bahwa saya adalah manusia biasa yang penuh dengan kekurangan dan mungkin saja tidak pantas untuk mendapatkannya.

Terima kasih. Fastabiqul khairat.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.

----



Muhammad Naufal Adly
Share: